Siang
tadi (26/12/2020) RSUD Brebes digruduk warga dan sempat terjadi pengrusakan
sampai akhirnya polisi datang menyudahi
aksi anarkis itu. Sebabnya karena seorang warga tidak terima anggota
keluarganya yang meninggal di sana dinyatakan terkena virus corona, jadi
seperti kasus yang sudah-sudah di beberapa rumah sakit, warga mencoba mengambil
paksa jenazah yang akan dikuburkan sesuai Protokol Covid19.
Lebih dari setengah bulan lalu, saudara saya yang sakit demam dan batuk lebih dari sepekan tak sembuh-sembuh datang ke sebuah rumah sakit swasta di daerah Kelampok dan langsung masuk ruang isolasi. Perawat di sana mengatakan selama empat belas hari saudara saya itu tidak boleh kemana-mana, termasuk satu orang penunggunya. Sehari di ruang isolasi langsung tes swab dan setelah lima hari hasil tes menyatakan Positif Covid19. Anehnya saudara saya itu diantar pulang oleh pihak rumah sakit, padahal pada awalnya dikatakan tak boleh keluar dari karantina selama dua pekan.
Dua peristiwa
di atas jelas menarik, yang pertama menarik dan layak dibicarakan karena
peristiwa semacam itu sudah berkali-kali terjadi semenjak virus corona mewabah
dan terjadi lagi di Brebes bahkan sampai disertai pengerusakan. Ada kesan pihak
rumah sakit telah menyulut kemarahan sehingga keluarga pasien sampai mengundang
beberapa tetangganya untuk menyerbu dan mengamuk. Bahwa hoax tentang rumah
sakit mendapat keuntungan ratusan juta rupiah dari adanya pasien yang terkena
Covid 19 tak kalah mewabah dari Covid 19 itu mestinya bisa membuat pihak RSUD
Brebes lebih berhati-hati dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Apalagi belakangan di wilayah Brebes yang
sebelumnya pada awal terjadi pandemi dianggap aman dari wabah kini telah banyak
yang meninggal dengan status Positif Covid19.
Untuk
kasus saudara saya, tak kalah menarik karena rumah sakit memulangkannya padahal
baru saja diketahui positif dari hasil swab. Alasan karena sakitnya sudah
sembuh dan bisa isolasi mandiri bagi saya sulit diterima. Kecuali hasil swab negatif
yang artinya rencana awal karantina empat belas hari dasarnya adalah dugaan
bahwa pasien terkena corona. Ditambah pihak rumah sakit tidak menindak lanjuti
hasil tes itu dengan melakukan tracing,
padahal sesuai yang saya tahu ketika ada seseorang diketahui terinveksi yang
dilakukan selanjutnya adalah dilakukan pelacakan.
Itu dua
kasus yang bisa jadi bukti buruknya penanganan masalah serius ini. ketika virus
menakutkan ini benar-benar ada di depan hidung kita dan di negara ini belakangan
rata-rata kasus hariannya meningkat ternyata cara kita bersikap justru
asal-asalan. Persoalannya tentu saja bukan pada makin meningkatnya angka
kematian saja pada akhirnya, tapi krisis ekonomi yang dialami negara, krisis
kepercayaan di tengah masyarakat dan krisis lainya akan makin sulit di atasi apalagi kalau wabah
ini tak bisa diprediksi kapan berakhirnya.
Semoga
kekonyolan demi kekonyolan yang menyertai wabah corona ini tak makin
menjadi-jadi khususnya di daerah Brebes. Sudah hampir setahun pandemi, di
negara-negara lain sudah terjadi gelombang kedua dan ketiga, kita gelombang
pertama saja belum dilewati, jangan-jangan Corona sudah lenyap di mana-mana di
sini masih merajalela. Jangan sampai.
Komentar
Posting Komentar