Seorang saudara siang tadi bercerita kepada saya tentang hasil pertaniannya yang di tahun 2017 ini
menurutnya tidak menghasilkan. Dia tentu saja petani bawang merah yang
menurutnya kini harganya sedang anjlok, tiga ribu rupiah per kilo gram. Tentu harga
itu bisa disebut sangat murah, mengingat tahun lalu yang pe rkilonya sempat
tembus di atas tiga puluh ribu rupiah. Pada awal tahun sampai lewat pertengahan
tahun harga bawang merah masih di kisaran Rp 20000,- cuma waktu itu hama telah
mengambil laba yang diimpikan.
Harga komoditas
pertanian memang sering naik-turun dan sulit dikendalikan. Pada saat harga
mahal petani sudah pasti senang, cuma konsumen seakan tertimpa sial. Ketika bawang
merah Rp 30000,-/Kg membeli bawang merah di pasar atau di warung seribu rupiah
hanya bisa bawa pulang beberapa gelinding saja, tentu saja banyak ibu-ibu
cemberut. Maka didatangkanlah bawang merah impor agar ibu-ibu kembali
tersenyum. Kini bisa jadi ibu-ibu—yang bukan
petani bawang--selalu tersenyum tiap kali melihat bawang merah, tapi petaninya
dong.
Tentu saja harga
bawang merah murah bisa sewaktu-waktu berubah, cuma yang jadi persoalan
sepertinya adalah sulitnya memprediksi
naik-turunnya harga itu. Seperti pada
awal tahun ini yang menurut petani harga sedang turun (kisaran Rp 20000,-/Kg
dari sebelumnya Rp30000,-/Kg) dan banyak tanaman bawang merah rusak oleh hama,
banyak yang meyakini harga akan kembali melambung karena di pasar bawang merah diperkirakan
berkurang. Nyatanya kini harganya justru jatuh sangat murah.
Maka jika petani
merasa tidak diperhatikan dan menganggap diri dibikin susah, kemudian banyak
yang beralih jadi pedagang atau menjual sawahnya untuk biaya jadi TKI, rasanya bisa
dimaklumi. Semoga saudara yang tadi
siang mengeluhkan keadaan yang tengah dialaminya itu tidak kapok bertani,
apalagi ada yang bilang para petani adalah golongan manusia yang kelak akan
memenuhi surga.
Komentar
Posting Komentar